CYBER MEDIA
“Analisa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik”
Dosen
: Drs.
Patria Hidayat
Fania Ardhya Rini 132050056
Ilmu Komunikasi – Humas/A
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Analisa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik ini untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Cyber Media. Kami berterima kasih pada Bapak Drs. Patria Hidayat selaku Dosen mata kuliah Cyber Media yang telah memberikan tugas ini.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia telah
memasuki sebuah tahapan baru dalam dunia informasi dan komunikasi dalam hal ini
adalah internet. Indonesia merupakan salah satu system berkembang di
dunia yang telah memulai babakan baru dalam tata cara pengaturan beberapa
system komunikasi melalui media internet yakni seperti informasi, pertukaran
data, transaksi online dsb. Hal itu dilakukan oleh Indonesia melalui pemerintah
yang bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat sebuah draft atau
aturan dalam bidang komunikasi yang tertuang dalam RUU ITE atau Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Eletronik. Tepatnya pada tanggal 25 Maret 2008 telah
disahkan menjadi UU oleh DPR. UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan
hukum yang seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal
pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui ystem elektronik. Hal tersebut adalah sebuah langkah maju yang di
tempuh oleh pemerintah dalam penyelenggaraan layanan informasi secara online
yang mencakup beberapa aspek kriteria dalam penyampaian informasi.
Untuk itu tentu
dibutuhkan suatu aturan yang dapat memberikan kepastian hukum dunia maya di
Indonesia. Maka diterbitkanlah undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang
informasi dan transaksi elektronik yang lazim dikenal dengan istilah “UU ITE”.
1.2.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui sejarah lahirnya UU No. 11 Tahun 2008
b.
Untuk mengetahui maksud dan tujuan isi dari UU No. 11 Tahun
c.
Untuk mengetahui kendala yang dihadapi setelah berlakunya UU No. 11 Tahun
d. Untuk mengetahui usaha pemerintah dalam penegakan hukum
e. Untuk mengetahui implementasi UU No. 11 Tahun 2008
f.
Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan UU No.11 Tahun 2008
g.
Untuk mengetahui eksistensi UU No. 11 Tahun 2008
1.3.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana sejarah lahirnya UU No. 11 Tahun 2008
b.
Apa maksud dan tujuan isi dari UU No. 11 Tahun
c.
Apa saja kendala yang dihadapi setelah berlakunya UU No. 11 Tahun
d.
Bagaimana usaha pemerintah dalam penegakan hukum
e.
Apa implementasi UU No. 11 Tahun 2008
f.
Bagaimana eksistensi UU No. 11 Tahun 2008
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang
Lahirnya Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Berikut ini adalah
penjelasan mengenai latar belakang lahirnya Undang-Undang ITE:
- Presiden mengeluarkan Undang-undang ini untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan luar Indonesia. Dalam pasal-pasal yang menjelaskan memberikan rasa aman dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Semakin berkembangnya kejahatan dalam masyarakat,
sehingga hukum tjuga harus berkembang agar fungsinya sebagai pemberi rasa
aman dapat terpenuhi, dengan adanya Undang-undang ini maka diharapkan
masyarakat takut untuk melakuakan kesalahan, karna dijelaskan pada pada
ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekwensi yang
timbul, tetapi dalam Undang-Undang ITE pihak yang bertanggung jawab atas
segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a.
jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.
b.
jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c.
jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Pada pasal 33
menjelaskan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik
dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana
mestinya. Juga undang ini barang siapa yang melanggar akan mendapatkan hukuman
atau sangsi.
- Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dan lain sebagainya.
- Indonesia menjadi tampak tertinggal dan sedikit terkucilkan di dunia internasional, karena negara lain misalnya Malaysia, Singapore dan Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan dan menyempurnakan Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997. Singapore juga sudah punya The Electronic Act (Akta Elektronik) 1998, Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik) 1996. Amerika intens untuk memerangi child pornography dengan: US Child Online Protection Act (COPA), US Child Pornography Protection Act, US Child Internet Protection Act (CIPA), US New Laws and Rulemaking. Jadi Undang-Undang ITE adalah kebutuhan kita bersama. Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan masyarakat secara umum.
- Menjamin kepastian hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik. Jaminan tersebut penting, mengingat perkembangan teknologi informasi telah mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi dan sosial. Perkembangan teknologi informasi telah memudahkan kita mencari dan mengakses informasi dalam dan melalui sistem komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar-menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu.
2.2. Maksud dan Tujuan Isi dari UU No. 11 Tahun 2008
Maksud dan tujuan
isi UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kemajuan teknologi ini tentunya mempunyai dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positifnya antara lain mudahnya memperoleh informasi kapan pun dan
dimana pun, meningkatkan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, menciptakan
lapangan pekerjaan, dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan sebagai
media yang memungkinkan siapapun untuk berpartisipasi di dalamnya untuk
keperluan apa pun dan lain-lain. Sedangkan dampak negatifnya yaitu membuka
ruang terjadinya perdagangan gelap, penipuan dan pemalsuan, dapat merusak moral
bangsa melalui situs-situs tertentu, menurunkan rasa nasionalisme,
penyalahgunaan yang tidak memandang nilai-nilai agama dan sosial budaya dapat
menimbulkan perpecahan dan sebagainya. Oleh karena itu pemerintah membuat UU
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
2.3. Kendala yang Dihadapi setelah berlakunya UU No.
11 Tahun 2008
a.
Kegiatan dunia cyber tidak dibatasi oleh teritorial Negara
b.
Kegiatan dunia cyber relatif tidak berwujud
c.
Sulitnya pembuktian karena data elektronik relatif mudah untuk diubah, disadap,
dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh belahan dunia dalam hitungan detik
2.4. Usaha
Pemerintah Dalam Penegakan Hukum
Dalam menghadapi cybercrime
hukum positif di Indonesia masih bersifat lex locus delicti yang
berkaitan mengenai wilayah, barang bukti, tempat atau fisik kejadian, serta
tindakan fisik yang terjadi atas suatu kejahatan atau pelanggaran hukum. Namun
perlu dipahami bahwa situasi dan kondisi pelanggaran hukum yang terjadi atas cybercrime
berbeda dengan hukum positif tersebut. Salah satu faktanya kejahatan dilakukan
di benua Amerika tetapi akibat kejahatan berada di benua Eropa. Cyberspace menjadi
ruang kejahatan dunia maya. Kejahatan yang pada awalnya dilakukan dalam ruang
lingkup kecil kini mudah sekali untuk dilakukan melalui dunia maya hingga
ketingkat internasional. Polisi Republik Indonesia (Polri) sebagai salah satu
alat kelengkapan negara dalam menegakkan keadilan kini tidak bisa lagi tinggal
diam. Pemerintah sudah bergerak dengan melahirkan UU No. 11 tahun 2008 tentang
ITE. Polri harus bergerak secara aktif untuk bertindak sebagai penegak keadilan
dan aparat hukum didunia nyata dan juga dunia maya.. Cyberpolice harus
bergerak menjadi polisi yang mampu menangani kasus-kasus di dalam segala
tindakan kriminal yang dilakukan di dunia maya. Beberapa kasus cybercrime
yang pernah ditangani Polri adalah :
a.
Cyber Smuggling
Laporan pengaduan
dari US Custom (Pabean AS) adanya tindak penyelundupan via internet yang
dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum-oknum tersebut telah
mendapat keuntungan dengan melakukan Webhosting gambar-gambar porno di beberapa
perusahaan Webhosting yanga ada di Amerika Serikat.
b.
Pemalsuan Kartu Kredit
Laporan pengaduan
dari warga negara Jepang dan Perancis tentang tindak pemalsuan kartu kredit
yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di Internet.
c.
Hacking Situs
Hacking beberapa
situs, termasuk situs Polri, yang pelakunya diidentifikasikan ada di wilayah
RI.
Meski memang sudah
dilahirkan UU yang mengatur mengenai kejahatan dunia maya. Namun pada umumnya
belum mampu membatasi setiap tingkah laku masyarakat dalam menggunakan manfaat
dunia maya. Cybercrime law mau tidak mau harus tetap mengikuti langkah
kejahatan dunia maya satu langkah dibelakang.
UU ITE menganut asas
extra territorial jurisdiction. Hal ini termaktub dalam pasal 2 UU ITE. UU ITE
berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana
diatur dalam UU ITE ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di
luar wilayah hukum Indonesia (umumnya juga melarang penyalahgunaan/kejahatan
dengan menggunakan kartu kredit), yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum
Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Dengan demikian, perbuatan hukum yang dilakukan baik oleh WNI maupun WNA di
luar wilayah Indonesia; atau baik oleh badan hukum Indonesia maupun badan hukum
asing, sepanjang memiliki akibat hukum di Indonesia, dapat ditindak sesuai
dengan UU ITE.
Melengkapi Kitab
Undang–Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah ada, UU ITE juga mengatur
mengenai hukum acara terkait penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum
(kepolisian dan kejaksaan) yang memberi paradigma baru terhadap upaya
penegakkan hukum dalam rangka meminimalkan potensi abuse of power penegak hukum
sehingga sangat bermanfaat dalam rangka memberikan jaminan dan kepastian hukum.
“Penyidikan di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik dilakukan
dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran
layanan publik, integritas data atau keutuhan data, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 42 ayat (2)). Sedangkan Penggeledahan dan/atau
penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana
harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat dan wajib menjaga
terpeliharanya kepentingan pelayanan umum (Pasal 42 ayat (3)).
2.5. Implementasi
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
UU ITE yang
diberlakukan sejak April 2008 lalu ini memang merupakan terobosan bagi dunia
hukum di Indonesia, karena untuk pertama kalinya dunia maya di Indonesia
mempunyai perangkat. Karena sifatnya yang berisi aturan main di dunia maya, UU
ITE ini juga dikenal sebagai Cyber Law. Sebagaimana layaknya Cyber Law di
negara-negara lain, UU ITE ini juga bersifat ekstraterritorial, jadi tidak
hanya mengatur perbuatan orang yang berdomisili di Indonesia tapi juga berlaku
untuk setiap orang yang berada di wilayah hukum di luar Indonesia, yang
perbuatannya memiliki akibat hukum di Indonesia atau di luar wilayah Indonesia
dan merugikan kepentingan Indonesia.
Secara sederhana,
bisa dikatakan bahwa bila ada blogger di Belanda yang menghina Presiden SBY
melalui blognya yang domainnya Belanda, bisa terkena keberlakuan UU ITE ini.
Pasal dalam Undang-undang ITE Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di
Indonesia berangkat dari mulai banyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang
terjadi lewat dunia maya. Atas transaksi-transaksi tersebut, sudah sewajarnya
konsumen, terutama konsumen akhir (end-user) diberikan perlindungan hukum yang
kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang dilakukan di
dunia maya sangat rawan penipuan.
Dan dalam
perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalam agenda DPR sejak
hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahan disana-sini,
termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelarangan penayangan content yang
memuat unsur-unsur pornografi, pelanggaran kesusilaan, pencemaran nama baik,
penghinaan dan lain sebagainya. Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang
perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis
perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan
membahayakan blogger, pasal-pasal yang mengatur larangan-larangan tertentu di
dunia maya, yang bisa saja dilakukan oleh seorang blogger tanpa dia sadari.
Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta
Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 27 ayat (1)
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Pasal 27
ayat (3)”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik. ”Pasal 28 ayat (2)“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA).”
Atas pelanggaran
pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di
atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2). Pasal 45 ayat (1)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 45 ayat (2)“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 45 ayat (2)“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
2.6. Kekurangan dan
Kelebihan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
1.
Kekurangan Undang-Undang ITE
d.
UU ITE ini juga sangat membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan
pendapat dan dapat menghambat kreativitas masyarakat dalam bermain internet,
terutama pada pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan
Pasal 31 ayat (3) ini sangat bertentangan pada UUD 1945 pasal 28 tentang
kebebasan berpendapat. Pada pasal 16 disebutkan penyelenggara sistem elektronik
wajib memenuhi persyaratan dalam mengopersikan sistem elektronik, persyaratan
yang dikemukakan masih kurang jelas contohnya pada ayat 1(b) tentang melindungi
kerahasian lalu bila seorang pemakai sistem elektronik contohnya pada web
server yang mempunyai aspek keamanan yang lemah apakah itu melanggar undang –
undang. Pada pasal 27 tentang perbuatan yang dilarang yaitu pada pasal 1 dan 2
muatan yang melanggar kesusilaan dan muatan perjudian disana tidak dijelaskan
bagaimana standar kesusilaan dan definisi suatu perjudian tersebut ini juga
bisa membuat sulit dan was – was masyarakat dalam berinternet takut dianggap
melanggar undang- undang akibatnya masyarakat menjadi agak dipersempit ruang
geraknya dan dapat juga menghambat kreatifitas.
e.
Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu didetailkan dengan
peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan Menteri, dsb)
adalah masalah:
·
Spamming, baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh
perbankan, asuransi, dsb
·
dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk
pengembangan dan penyebarannya
·
Kemudian juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE.
f.
Walaupun sudah disahkan oleh legislatif, UU ITE masih rentan terhadap pasal
karet, atau pasal-pasal yang intepretasinya bersifat subjektif/individual.
Memang UU ini tidak bisa berdiri sendiri, dapat dikatakan bahwa UU ini ada
hubungan timbal balik dengan RUU Anti-Pornografi. Secara umum, ada beberapa
aspek yang dilindungi dalam UU ITE, antara lain yang pokok adalah:
1. Orang secara pribadi dari penipuan, pengancaman, dan penghinaan.
- Sekumpulan orang/kelompok/masyarakat dari dampak negative masalah kesusilaan, masalah moral seperti perjudian dan penghinaan SARA.
- Korporasi (perusahaan) atau lembaga dari kerugian akibat pembocoran rahasia dan informasi financial juga exploitasi karya.
Dan yang dianggap
sebagai ‘pasal-pasal rawan masalah’ adalah antara lain:
Pasal 27
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak:
1.
Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan;
2.
Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian;
3.
Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik;
4.
Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman;
Terlihat bahwa
ternyata yang berusaha dilindungi oleh UU ini juga dianggap sebagai bagian yang
perlu direvisi. Beberapa pihak, khususnya kolumnis, blogger, dan sejenisnya
merasa bahwa pasal tersebut mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Bahkan sebelum disetujui, pasal 27 ayat 3 ini dipermasalahkan juga oleh Dewan
Pers diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
- Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
- Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
- UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
- Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
- Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
– Pasal 27 (Asusila,
Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
– Pasal 28
(Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
– Pasal 29
(Ancaman Kekerasan dan Teror)
– Pasal 30
(Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
– Pasal 31
(Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
– Pasal 32
(Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
– Pasal 33
(Virus, DoS)
– Pasal 35
(Pemalsuan Dokumen Otentik / phishing)
2.
Kelebihan Undang-Undang ITE
a.
UU ITE mempunyai kelebihan salah satunya dapat mengantisipasi kemungkinan
penyalahgunaan internet yang merugikan contohny pembobolan situs-situs tertentu
milik pemerintah dan transaksi elektronik seperti bisnis lewat
internet juga dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan. Pada
pasal 2, UU ITE berlaku terhadap orang – orang yang tinggal di Indonesia maupun
diluar Indonesia ini dapat menghakimi dan menjerat orang – orang yang melanggar
hukum di luar Indonesia.
b.
UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total
ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup
di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya.
2.7. Eksistensi
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Meski memang sudah
dilahirkan UU yang mengatur mengenai kejahatan dunia maya. Namun pada umumnya
belum mampu membatasi setiap tingkah laku masyarakat dalam menggunakan manfaat
dunia maya. Cybercrime law mau tidak mau harus tetap mengikuti langkah
kejahatan dunia maya satu langkah dibelakang. Perubahan-perubahan radikal yang
dibawa oleh revolusi teknologi informasi harus dibatasi dan dihentikan dengan
ketentuan hukum yang memadai di dunia maya. Mengingat teknologi informasi dalam
waktu yang singkat dapat berkembang dengan cepat. Padahal ”etika keilmuan
dimaksudkan untuk menjunjung tinggi keilmuan nilai-nilai kemanusiaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan
martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan
sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya”. Maka selain menciptakan UU dan
memaksimalkan fungsi aparat hukum, sumber daya manusia (SDM) yang memiliki
kemampuan dibidang teknologi informasi. Untuk menjaga ketahanan dan
keamanan dari ancaman cybercrime baik dari Indonesia sendiri maupun dari
luar negeri. Selain itu kesadaran masyarakat menjadi poin yang sangat penting
dalam meminimalisir cybercrime.
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Muatan UU ITE adalah sebagai berikut:
a.
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan
konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework
Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
b.
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
c.
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang
berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum
di Indonesia
d.
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
e.
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
2.
Salah satu yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang ITE adalah semakin
berkembangnya kejahatan dalam masyarakat, sehingga hukum tjuga harus berkembang
agar fungsinya sebagai pemberi rasa aman dapat terpenuhi, dengan adanya
Undang-undang ini maka diharapkan masyarakat takut untuk melakuakan kesalahan,
karna dijelaskan pada pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan
konsekwensi yang timbul, tetapi dalam Undang-Undang ITE pihak yang bertanggung
jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU ITE.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU ITE.
3.
ITE menganut asas extra territorial jurisdiction. Hal ini termaktub dalam
pasal 2 UU ITE. UU ITE berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan
melawan hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE ini, baik yang berada di wilayah
hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia (umumnya juga melarang
penyalahgunaan/kejahatan dengan menggunakan kartu kredit), yang memiliki akibat
hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan
merugikan kepentingan Indonesia. Dengan demikian, perbuatan hukum yang dilakukan
baik oleh WNI maupun WNA di luar wilayah Indonesia; atau baik oleh badan hukum
Indonesia maupun badan hukum asing, sepanjang memiliki akibat hukum di
Indonesia, dapat ditindak sesuai dengan UU ITE.
4.
Meski memang sudah dilahirkan UU yang mengatur mengenai kejahatan dunia
maya. Namun pada umumnya belum mampu membatasi setiap tingkah laku masyarakat
dalam menggunakan manfaat dunia maya. Cybercrime law mau tidak mau harus
tetap mengikuti langkah kejahatan dunia maya satu langkah dibelakang.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar